Ekosistem Ideal bagi Sustainable Finance

Sebagai salah satu tujuan dari program global sustainable development, semua negara kini berupaya untuk membangun ekosistem yang ideal dalam mendukung terciptanya keberlanjutan bisnis dan ekonomi jangka panjang. Betapa tidak, usia bumi yang semakin tua kini semakin diwarnai oleh sejumlah bencana mulai dari cuaca ekstrim, pemanasan global hingga kebakaran hutan. Jika orientasi ekonomi tidak segera diubah maka keberlangsungan kehidupan akan semakin dipenuhi dengan tanda tanya.

Salah satu jawabannya adalah dengan menerapkan sustainable finance. Dalam semangat ini, setiap keputusan investasi dilandasi pertimbangan dari tiga sisi yakni environment, social dan governance atau yang dikenal dengan ESG. Dari sisi environment, setiap keputusan investasi harus berangkat dari pemahaman apakah dana yang diinvestasikan akan berdampak buruk pada keberlangsungan lingkungan hidup. Kalkulasi biaya restorasi alam sebagai konsekuensi proses produksi kiranya patut diperhitungkan dalam simulasi anggaran. Demikian pula dengan biaya mitigasi risiko, kalau-kalau restorasi yang programkan belum berhasil dilakukan.

Continue reading

Obat Anti Gundah Berlabel Manajemen Risiko

Hingga saat ini, pertanyaan tentang mengapa perusahaan dengan tingkat maturitas kesadaran risiko yang cukup tinggi masih juga tak luput dari risiko kebangkrutan seakan tak dapat dijawab dengan pasti. Berbagai studi di bidang manajemen risiko pun dilakukan untuk menemukan jawaban yang pasti akan hal itu. Apakah nilai tinggi itu diperoleh sekadar dari rangkaian proses pemenuhan administratif, atau ada yang salah dengan alat ukur tingkat maturitas risiko itu sendiri.

Tanpa berusaha untuk menambah keriuhan yang ada, artikel kali ini mengajak kita semua untuk kembali pada konsep dasar manajemen risiko, seraya melihat potensi efektivitasnya dalam menyiapkan segala sesuatu sejak dini agar perusahaan terhindar dari potensi kerugian.

Ada dua kontekstual risiko yang perlu dipahami bersama. Pertama, bahwa manajemen risiko sejatinya bersifat prediktif. Mekanisme manajemen risiko dibangun di suatu organisasi atau entitas bisnis dengan tujuan agar setiap lini manajemen lebih waspada dan siap dalam menghadapi potensi munculnya kejadian-kejadian yang akan merugikan organisasi.

Continue reading

Menyiasati Tsunami Efisiensi

Triwulan pertama 2023 menunjukkan sinyal cerah bangkitnya kembali roda perekonomian seiring dengan “menghilangnya” pandemi. Data-data John Hopkins per 16 Februari 2023, di negara kita terdapat sebaran 219 kasus baru dengan angka rata-rata 7 (tujuh) hari sebanyak 217 kasus. Alhasil bukan hal yang mustahil jika kondisi pandemi secara resmi akan dicabut di tahun ini.

Meskipun demikian, bukan berarti badai telah berlalu. Sebagai akibat dari krisis yang berkepanjangan, bangkitnya roda perekonomian tidak dapat terjadi begitu saja. Layaknya sebuah mesin lokomotif, untuk dapat menjalankan mesin secara optimal, diperlukan tahapan “pemanasan” terlebih dahulu. Ironisnya, tahapan ini membutuhkan pengorbanan yang luar biasa.

Sekilas mari kita gunakan analogi perhitungan laba-rugi, di mana secara sederhana sebuah laba diidentifikasi dengan selisih antara pendapatan dengan semua beban. Di satu sisi perusahaan dihadapkan pada daftar antrian beban yang harus segera diselesaikan seperti pelunasan utang, pembayaran bunga, pembayaran upah karyawan hingga pelunasan kewajiban perusahaan kepada pemerintah dalam bentuk pembayaran pajak. Namun di lain sisi, sejak awal tahun ini ada banyak perusahaan yang juga mengalami kesulitan dalam mencetak pendapatan.

Continue reading

Pemicu Produktivitas di Masa Krisis

Bulan kedua tahun 2023, tanpa terasa kini kita harus bersiap memasuki bulan terakhir triwulan pertama. Bulan yang penuh dengan tugas-tugas penting, mulai dari penyajian laporan keuangan, pembayaran pajak, persiapan pembagian dividen hingga penerapan strategi yang menjadi pilihan perusahaan. Kompleksitas pun bertambah dengan munculnya tuntutan-tuntutan baru dalam roda perekonomian, baik di skala nasional maupun global. Ancaman krisis ekonomi kian terasa. Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai salah satu realisasi dari upaya efisiensi terjadi di mana-mana.

Setiap tekanan ini seakan memojokkan posisi manajemen perusahaan. Bagaimana tidak, krisis telah menurunkan daya beli pasar, sehingga menciptakan pertumbuhan dari sisi penjualan bukanlah hal yang mudah. Perusahaan harus mampu menempatkan produk dan jasanya sebagai kebutuhan utama konsumen, sehingga calon pembeli tak punya pilihan terbaik selain mengkonsumsi apa yang kita tawarkan. Padahal di lain sisi, tuntutan untuk segera menyelesaikan kewajiban rutin seakan tak mau ditawar lagi. Di tengah karut marutnya kondisi ini, masih mungkinkan kita berpikir untuk menciptakan produktivitas tinggi?

Continue reading

Cara Tepat Melihat Besaran Gaji

Hal paling mendebarkan saat melamar ke sebuah institusi bisnis adalah wawancara terakhir dengan pimpinan perusahaan. Pada sesi tersebut kita akan mendengar berapa besaran gaji yang akan menjadi hak ketika kita berkarir di institusi itu.

Tak jarang bahkan euforia yang muncul membuat kita lupa menanyakan apakah besaran gaji tersebut bersifat gross (gaji kotor) atau sudah bersih (net) setelah dipotong pajak penghasilan.

Alhasil, ketika kita menjalani rutinitas bekerja mulai Hari pertama hingga tanggal gajian, pola pikir kita terbentuk pada besaran gaji yang boleh saya Sebut dengan istilah ‘gaji semu’.

Tak ayal euforia tersebut spontan akan berubah menjadi sebuah kekecewaan ketika tanggal gajian tiba.

Continue reading

Orientasi Investasi untuk 2023, Jangka Pendek atau Panjang?

Sejak awal Desember 2022 lalu, beberapa pemberitaan yang menjadi barometer investor global menyebutkan ‘The end of cheap money’. Artikel tersebut dapat dipastikan bukan sekedar rumor, namun disusun dengan mencermati setiap tren data-data keuangan yang terjadi sepanjang 2022.

Gempuran Covid sejak 2020 serta konflik berkepanjangan antara Rusia dan Ukraina telah menciptakan turbulensi dalam perekonomian global. Inflasi di Amerika Serikat serta sejumlah negara di Eropa naik drastis. Situasi ini mau tak mau telah membuat beberapa Bank Sentral menaikkan suku bunga acuannya.

Sebagai contoh, di negeri Paman Sam, Federal Fund Rates berada pada posisi 0,25% hingga 0,5% di awal tabun 2022, naik menjadi 4,25% hingga 4,5% di pertengahan bulan Desember lalu. Tidak berhenti di situ, ancang-ancang akan adanya kenaikan mencapai 4,75% sampai 5,0% di awal tahun ini sudah mulai terlihat. Hal ini membuktikan bahwa lonceng krisis keuangan mulai berdentang cukup nyaring. Lalu bagaimana dengan Indonesia?

Continue reading

Keluar dari Jebakan Likuiditas

Salah satu pembelajaran paling berharga selama masa pandemi ini adalah meluputkan diri dari jebakan likuiditas. Betapa tidak, sejak pandemi berlangsung, gempuran pertama terjadi dari sisi penurunan daya beli masyarakat sebagai akibat sebagian kalangan memilih untuk tidak membelanjakan dana yang dimiliki, dan sebagian lagi mengalami penurunan pendapatan.

Maka dalam sekejap mata, realitas itu menempatkan perusahaan dalam posisi sulit. Hanya dalam hitungan bulan, animo pasar menunjukkan bahwa mereka hanya mampu membeli produk secara nontunai. Seakan tak ada pilihan lain, transaksi penjualan diwarnai dengan mekanisme kredit.

Sayangnya, tingginya pencatatan dari sisi pendapatan itu tidak diiringi dengan uang kas yang masuk ke dalam perusahaan. Di sana-sini permintaan untuk penjadwalan ulang terus terjadi. Dengan kata lain nilai piutang perusahaan meningkat drastis.

Continue reading

Mungkinkah Meningkatkan Valuasi di Kala Pandemi?

Satu kabar yang paling melegakan dalam beberapa waktu terakhir ini adalah prestasi yang berhasil dicapai dalam penanganan pandemik Covid-19. Di beberapa wilayah kini penerapan PPKM sudah mulai diturunkan levelnya. Itu berarti sinyal bagi peningkatan kegairahan ekonomi kembali berbunyi nyaring.

Seakan tak sabar menunggu, beberapa perusahaan mulai meramaikan bursa efek dengan rencana-rencana investasi besarnya. Meski belum semeriah masa sebelum pandemik, namun suka cita kali ini bak hembusan angin segar di tengah hari yang begitu panas. Nah pada kesempatan ini, izinkan saya mengajak Anda untuk berdiskusi terkait apakah mungkin perusahaan tetap berupaya untuk meningkatkan valuasinya meski pandemik belum 100% dinyatakan hengkang dari bumi pertiwi?

Sebelum memulai, kita kiranya perlu berangkat dari satu premis yang sama yakni, anggap saja kita terpaksa co-exist dengan virus berlabel Covid-19. Bisa jadi kategorinya bukan lagi pandemik tapi sudah berubah menjadi endemik. Namun kita bisa berpikir bahwa tetap saja virus ini beredar di udara yang kita hirup. Maka dari sisi pengelolaan bisnis kita perlu terus berpikir untuk segera berdamai dengan kondisi yang ada seraya meracik strategi jitu guna tetap memenangkan pasar.

Berangkat dari konteks tersebut, kini mari kita gunakan formula dasar dari valuasi untuk menjadi indikator kemenangan di pasar. Valuasi perusahaan secara konseptual dapat diidentifikasi dari beberapa sudut pandang, namun untuk mempermudah analisa, izinkan saya hanya menggunakan satu pendekatan saja, yakni discounted cash flow.

Continue reading

Sektor Publik Juga Butuh Manajemen Risiko

Satu hal yang sangat melegakan saat ini adalah telah dijalankannya program vaksinasi Covid-19 secara nasional. Langkah bersama yang dilakukan oleh semua negara ini menyasar upaya untuk meredakan laju peningkatan pandemi Covid-19 secara serentak. Hal ini dilakukan agar sektor ekonomi dapat kembali menggeliat.

Merujuk pandangan beberapa pakar dan ekonom, meskipun program vaksinasi nasional dan dunia telah dijalankan namun tidak berarti bahwa ekonomi di tahun 2021 dan 2022 nanti akan dihadapkan pada tingkat kepastian yang tinggi. Unsur ketidakpastian dalam konteks perekonomian kita masih terus membayang-bayangi. Sebab belajar dari pengalaman pandemi ini, dunia usaha kiranya perlu terus terjaga untuk menghadapi setiap perubahan yang terjadi.

Tuntutan tersebut juga dimiliki oleh sektor publik. Sebagai institusi yang melayani masyarakat, sektor ini turut rentan pada kritik dan pencermatan dari masyarakat. Hal tersebut sangatlah wajar, mengingat masyarakat merupakan stakeholder terpenting dari sektor publik.

Continue reading

Faktor Kunci Pengelolaan Risiko Sektor Publik

Pandemi Covid-19 yang telah berlangsung selama satu tahun lebih ini dinilai telah mendatangkan kompleksitas pada berbagai sektor, khususnya sektor publik. Sektor yang disebut-sebut mengemban misi utama dalam melayani masyarakat ini, kini dituntut untuk menerapkan sistem manajemen risiko secara terintegrasi. Beberapa kebijakan dan aturan teknis telah dirumuskan oleh Kementerian terkait, dan kini efektivitas pelaksanaan ada pada masing-masing lembaga. Jika demikian, lalu apa saja faktor kunci dalam manajemen risiko yang tengah dijalankan?

Pertama, pada dimensi budaya. Patut disadari bahwa sebuah lembaga merupakan kombinasi antara visi-misi dan sasaran yang ingin dicapai, satu kesatuan sistem dan prosedur serta para personel yang menjalankan seluruh sistem. Merujuk pada beberapa riset yang telah dipublikasikan, upaya membangun budaya sadar risiko di setiap tubuh lembaga dimulai dari kesadaran setiap personel yang ada. Pemahaman bahwa setiap personel merupakan pemilik risiko dan fondasi bagi terbangunnya gerakan sadar risiko.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan guna mencermati perkembangan budaya ini adalah dengan secara periodik melakukan pengukuran atas kesadaran risiko. Beberapa organisasi internasional yang terfokus dalam pengembangan sistem seperti AICPA maupun COSO telah mempublikasikan alternatif mekanisme dalam menilai tingkat kematangan risiko yang dapat diadaptasi oleh lembaga di sektor publik. Meskipun terkesan bak tengah dievaluasi, namun objektivitas dan keterbukaan ketika analisa dilakukan merupakan syarat mutlak agar manajemen dapat mengidentifikasi langkah-langkah yang harus dilakukan dalam mengembangkan sistem di masa mendatang.

Continue reading