Unrelated Diversification: Bisa Gadai, Bisa Nginap – Bisa Beli Pertamax, Bisa Beli Teh Botol

Judul di atas memang asli. Sebagai refleksi aksi perusahaan melakukan diversifikasi ke bisnis yang sangat berbeda dari bisnis intinya.

Misalnya PT Pertamina Retail sebagai anak perusahaan Pertamina yang mengelola bisnis ritel bahan bakar, juga mengelola warung modern dengan merek Bright Store dan Bright Cafe. Ini bukan satu-satunya unrelated diversification yang dilakukan Pertamina, karena Pertamina juga telah memasuki bisnis perhotelan melalui anak perusahaannya, PT Patra Jasa.

Bicara mengenai hotel, industri yang sedang meriah di Indonesia ini ternyata juga diminati oleh perusahaan yang bergerak di bisnis inti berbeda. Misalnya PT Pegadaian (Persero) sudah membangun hotel pertamanya di Makassar bulan Maret 2014 lalu. Hotel ini dinamakan hotel Pesona, sebagai akronim dari Pegadaian Selalu Optimalisasi Nilai-nilai Aset. Kemudian PT Pos Indonesia (Persero) dan PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) juga akan membangun rantai hotelnya di Indonesia.

Kawan Lama Group yang terkenal sebagai penyedia perkakas industri juga punya bisnis yang tidak ada hubungannya dengan bisnis intinya, yaitu minuman gelembung asal Taiwan yang memiliki nama dagang Chatime. Demikian pula Trakindo atau TMT Group yang dikenal sebagai penjual dan penyedia jasa servis alat berat, memasuki bisnis kuliner dengan waralaba restoran burger asal Amerika, Carl’s Jr.

Apakah diversifikasi yang telah dan akan dilakukan seperti contoh di atas akan menciptakan nilai bagi pemegang saham? Ada tiga tes yang bisa dilakukan.

Pertama adalah uji kemenarikan atau attractiveness test. Apakah mudah menghasilkan laba di industri yang akan dimasuki. Kalau industrinya sudah padat dan pertumbuhannya cuma merayap, mengapa harus dimasuki?

Kedua adalah uji biaya untuk memasuki industri atau cost of entry test. Biaya untuk memasuki industri harus bisa digantikan oleh pendapatan yang akan diperoleh. Waralaba adalah salah satu modus masuk ke suatu industri dimana perusahaan tidak menguasai kompetensi di industri tersebut.

Akuisisi pemain lama di industri yang akan dimasuki juga modus yang populer. Namun sudah banyak contoh yang menunjukkan bahwa biaya akuisisi itu ternyata tidak dapat segera tertutup, bahkan akhirnya perusahaan harus menjual perusahaan yg baru diakuisisinya dengan harga murah dan keluar sama sekali dari industri.

Ketiga adalah uji sebaiknya-keluar atau better-off test. Melalui uji terakhir ini, perlu dipastikan bahwa bisnis pendatang baru dalam kelompok bisnis dapat memanfaatkan keunggulan bersaing kelompoknya. Sebaliknya induk serta kelompok bisnis dapat menarik manfaat dari bisnis pendatang baru. Kalau tidak, ya buat apa?

Ningky Risfan Munir blogDr. Ningky Sasanti Munir,
Staf Profesional PPM Manajemen
NKY@ppm-manajemen.ac.id

Leave a comment